Cindy Agustina 16.
I2.0022
Anastasia Bella F. 16.I1.0085
Eleonora Pradnya 16.I1.0089
Cornelia Kevina 16.I1.0100
Friska Viviani 16.I1.0192
Daging sapi (beef)
adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan
untuk keperluan konsumsi makanan
Karakteristik daging sapi :
a. Merupakan produk yang berasal dari hewani,
terutama poultry
b. Mempunyai densitas sebesar 1506 ±
c. Bertekstur keras, tapi tidak kaku dan liat
d. Berwarna merah pucat, merah keungu-unguan atau
kecoklatan dan menjadi warna chery bila terkena oksigen.
Proses daging sapi sampai ke tangan konsumen :
a.
Pemotongan hewan
Pada dasarnya menyembeleh hewan adalah memotong saluran darah atau
urat besar yang ada di leher dekat dengan kepala. Secara teoritis, jika urat
darah di bagian tersebut terpotong, hewan pasti akan mati. Pada beberapa hewan,
sebelum di potong biasanya dilakukan pemingsanan terlebih dahulu yaitu dengan
pemberian aliran listrik.
b.
Pembersihan dan pengulitan
Pengulitan di lakukan pada hewan yang berkulit seperti sapi,
kambing, kerbau, kuda, kelinci, dan lain-lain.
c.
Pemotongan 3 saluran
Yaitu saluran nafas (trachea) dan pembuluh darah
(arteri jugularis, dan vena karotis)
d.
Pengeluaran organ dalam
Pengeluaran organ dalam berhubungan erat dengan daya simpan dan
kebersihan. Karena dalam organ dalam terdapat kantong kotoran yang akan
mempercepat pembusukan jika tidak segera di keluarkan.
e.
Pemotongan, penimbangan dan pemeriksaan karkas
Untuk mengetahui berapa banyak daging yang di peroleh dari seekor
hewan yang telah di timbang. Pemeriksaasn karkas perlu di lakukan untuk
menentukan kuantitas daging yang bisa di enak di makan dan yang di jadikan
tetelan.
f.
Pemisahan daging sapi dengan tulang
g.
Pengiriman karkas pada pedagang
-
Pertama-tama daging di bekukan untuk disimpan
sebelum dikirim kepada pedagang. Paruhan karkas yang masih
hangat dan telah di-bersihkan selanjutnya dibawa ke ruang pendinginan
(“chilling room”). Pendinginan dimaksudkan untuk mengurangi
penyusutan karena evaporasi, mengurangi “drip loss” (kehilangan cairan yang
terbentuk akibat keluarnya air dari jaringan daging yang mengandung protein, lemak
dan zat gizi lain yang terdapat dalam daging) dan mencegah kontaminasi bakteri.
Menurut Soeparno (1994) lamanya
pendinginan kira-kira 24 jam sebelum pemotongan tulang rusuk atau pemotongan
paruhan karkas (“half carcass”) menjadi perempat bagian karkas (“quarter carcass”). Temperatur
ruang pendinginan berkisar antara -40C sampai dengan 10C,
tapi menurut Blakely dan Bade (1993) temperatur ruang pendinginan harus tetap
pada 20C.
Karkas atau daging baru dapat
dikeluarkan atau dipasarkan apabila telah diperiksa oleh dokter hewan atau
petugas yang berwenang, dimana karkas yang sehat akan diberi stempel atau dicap
sebagai tanda layak dan aman untuk dikonsumsi.
-
Kemudian saat akan dikirim pada pedagang
dipasar dilakukan pelayuan. Pelayuan di lakukan jika ingin memperoleh daging
yang empuk. Pelayuan di lakukan pad suhu sekitar 2-4oC dengan RH
85-90% selama waktu tertentu. Waktu pelayuan tergantung pada jenis hewannya.
Daging sebelum di olah atau di edarkan di pasaran biasanya di simpan di delam
freezer agar tetap segar dan terjaga kualitasnya.
Sapi potong
Kebanyakan sapi ternak merupakan keturunan
dari jenis liar yang dikenal Auerochse atau Urochse
a. Ciri sapi potong
-
tubuh besar
-
badan simetris
(berbentuk segi empat/balok)
-
kualitas daging
maksimum
-
laju pertumbuhan
cepat
-
efisiensi pakan
tinggi
b. Beda sapi potong dengan sapi perah :
-
Sapi potong lebih
adaptif
-
Butuh modal tidak
terlalu besar
-
Warna kulit
cenderung tidak bercorak
-
Mudah gemuk
c. Jenis-jenis sapi potong
-
Sapi Bali
Sapi Bali merupakan
sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Dikenal
juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan
nama Bibos javanicus, meskipun sapi bali bukan satu subgenus dengan bangsa
sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah
famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam
subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos.
Sapi bali
mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami perubahan kecil
dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi betina dan anak atau
muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat di sepanjang tengah
punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi kemudian warna ini
berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada saat
dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada
kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat),
bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku,
bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas. (Hardjosubroto dan Astuti,
1993).
Karakteristik
Sapi Bali memiliki kemampuan untuk mempertahankan kondisi dan bobot badannya
meskipun dipelihara di padang gembalaan yang kualitasnya rendah. Disamping itu,
kemampuannya mencerna serat dan memanfaatkan protein pakan lebih baik daripada
sapi lainnya. Pada umur 1,5 tahun bobot sapi bali mencapai 217,9 kg. Dari
segi produksi karkas, sapi bali memiliki persentase karkas yang tinggi dari pada
sapi unggul lainnya. Persentase karkas sapi bali berkisar 56-57%.
-
Sapi Ongole
Sapi Ongole
berasal dari India, tepatnya di Kabupaten Guntur, Provinsi Ndra Pradesh dan
menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Sapi Ongole merupakan jenis
ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang longgar dan menggantung. Badannya
panjang sedangkan lehernya pendek, kepala bagian depan lebar diantara kedua
mata, bentuk mata elips dengan bola mata dan sekitar mata berwarna hitam.
Telinga agak kuat, ukuran 20-25 cm dan agak menjatuh. Tanduk pendek dan tumpul,
tumbuh ke depan dank e belakang. Pada pangkal tanduk tebal dan tak ada retakan.
Warna sapi Ongole
yang popular adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu tua, pada
leher dan kakai kadang-kadang berwarna hitam. Warna ekor putih, kelopak mata
putih dan otot berwarna segar, kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua.
Sapi ini lambat
dewasa, pada umur 4 tahun mencapai dewasa penuh. Bobot jantan sampai 600 kg dan
betina 300-400 kg dengan berat lahir 20-25 kg, presentase karkas 45-58% dengan
perbandingan daging : tulang 3,23 : 1.
-
Sapi Madura
Sapi
Madura adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang terbentuk dari
persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu (Hardjosubroto dan
Astuti, 1994), yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas
dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak (Anonimus, 1987).
Karakteristik sapi Madura sudah sangat seragam, yaitu bentuk tubuhnya kecil,
kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah bata agak kekuningan tetapi bagian
perut dan paha sebelah dalam berwarna putih dengan peralihan yang kurang jelas
; bertanduk khas dan jantannya bergumba.
Ciri-ciri umum
fisik Sapi Madura :
o
Baik jantan ataupun betina sama-sama berwarna
merah bata.
o
Paha belakang berwarna putih
o
Kaki depan berwarna merah muda.
o
Tanduk pendek beragam.
o
Pada
betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkanpada jantannya berukuran
15-20 cm.
o
Panjang
badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran kecil.
-
Sapi Brahman
Sapi Brahman
merupakan sapi yang berasal dari India, termasuk dalam Bos Indicus, yang
kemudian diekspor ke seluruh dunia. Jenis yang utama aalah Kankrej (Guzerat),
Nelore, Gir, dan Ongole. Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk besar dan
gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi, daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi Eropa
karena lebih banyak memiliki kelenjar keringat, kulit berminyak di seluruh
tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit.
Karakteristik sapi Brahman berukuran sedang
dengan berat jantan dewasa 800-1000 kg, sedangkan betina 500-700 kg, berat
pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat
sapih kompetitif dengan jenis sapi lainnya. Presentase karkas 48,6 – 54,2%, dan
pertambahan berat harian 0,83 – 1,5 kg.
Sapi Brahman
memiliki warna yang bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam.
Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan berwarna lebih tua dari
sapi betina dan memiliki warna gelap di daerah leher, bahu, dan paha bagian
bawah. Sapi Brahman daspar beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat
bertahan dari suhu 8 – 105 oF, tanpa gangguan selera makan dan produksi susu.
Sapi Brahman banyak dikawin silangkan dengan sapi Eropa dan dikenal dengan
Brahman Cross (BX).
-
Sapi Hereford
Sapi Hereford
berasal dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat jantan rata-rata
900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah kecuali bagian muka,
dada, perut bawah, dan ekor berwarna putih. Bentuk badan membulat panjang
dengan ukuran lambung besar. Sebagian sapi bertanduk dan lainnya tidak.
-
Sapi Brangus
Sapi brangus
merupakan hasil persilangan sapi betina Brahman dan pejantan angus. Cirri
khasnya adalah warna hitam dengan tanduk kecil. Sifat Brahman yang diwarisi
brangus adalah dengan adanya punuk, tahan udara panas, tahan gigitan serangga
dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang mutunya kurang baik. Sedangkan
sapi angus yang diturunkan produktivitas daging dan presentase karkasnya
tinggi.
·
Peta Nama Daging Sapi
· Jenis-jenis Daging Sapi
· Uji Kualitas Daging
a. Uji Warna
Pengukuran warna daging menggunakan indikator meat
color standart, dalam setiap warna yang ada dalam meat color
standart mempunyai skala tertentu warna. Penilaian warna daging
dilakukan dengan melihat warna permukaan otot dengan bantuan cahaya senter dan
mencocokanya dengan standar warna. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor
standar warna yang paling sesuai dengan warna daging. Standar warna daging
terdiri atas sembilan skor mulai dari warna merah muda hingga merah tua. (BSN,
2008). Menurut Soeparno (2005) Warna daging dapat diukur dengan notasi
atau dimensi warna tristimulus. Warna daging sapi yang baru
biasanya berwarna ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang (merah
ceri) jika daging dibiarkan terkena oksigen. Perubahan warna ungu menjadi
terang tersebut bersifat reversibel (dapat balik). Daging yangterlalu
lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi coklat.
Faktor-faktor yang menjadi penentu utama warna daging adalah konsentrasi pigmen
daging mioglobin yang dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis
kelamin, stres, pH dan oksigen.
Menurut Lawrie (2003) warna
daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pakan, spesies,
bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan
oksigen. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging
yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Tipe molekul moiglobin, status kimia
mioglobin, dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyau
peranan besar dalam menentukan warna daging.
Perbedaan warna permukaan
daging, disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Bentuk kimia
warna daging segar yang diinginkan oleh konsumen adalah merah terang
oksimioglobin. Bentuk daging sapi yang baik adalah berwarna merah terang,
mengkilap tidak pucat dan tidak kotor. Mioglobin merupakan pigmen berwarna
merah keunguan yang menentukan daging segar. Mioglobin dapat mengalami
perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia bila terkena udara, pigmen
mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang mengeluarkan warna merah
terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen
metmioglobin yang berwarna coklat (Soeparno, 2005).
b. Uji Nilai
pH
Diukur dengan pH meter,
dilakukan sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata. Menurut Soeparno
(2005) pH otot saat penyembelihan adalah 7,0. pH akan mengalami penurunan
karena terbentuknya asam laktat, sehingga pH pada daging akan menjadi lebih
rendah. Kondisi normal pH akhir daging pH ultimat normal daging diukur 24
jam dari waktu penyembelihan adalah sekitar 5,4 sampai 5,8 yang sesuai
dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein
miofibril. Stres sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau obat-obatan
(kimiawi) tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan
aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat
menghasilkan variasi pH daging.
Menurut Lawrie (2003), pH sesaat
setelah dipotong berkisar antara 6,5 - 7,0 dan mencapai penurunan terendah
sampai pada 5,5 - 5,6. Hal tersebut disebabkan karena glikogen sebagai sumber
energi otot akan mengalami proses glikolisis setelah hewan dipotong dan
secara enzimatis akan menghasilkan asam laktat sehingga pH daging menurun
c. Uji Daya
Ikat Air
Daya ikat air adalah kemampuan daging untuk
megikat air atau air yang ditambahkan selama pengaruk kekuatan dari
luar seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan, atau pengepresan (Soeparno,
2005). Komposisi kimia daging terdiri dari kadar air, protein dan kadar
karbohidrat serta mineral yang ditentukan untuk nutrisi dan umur ternak saat
ternak masih hidup. Kualitas daging dipengaruhi oleh kandungan air dalam
daging. Air merupakan medium biologis termasuk sebagai medium untuk
mentransformasikan substrat otot . Daya ikat air dipengaruhi oleh kadar protein
daging dan karkas (Soeparno, 2005).
Protein salah satu fungsinya mengikat air,
jika protein mengalami denaturasi akibat pemanasan atau pemasakan maka kekuatan
untuk mengikat air akan semakin rendah sehigga daya ikat air daging tersebut juga
akan menurun. Daya ikat air diantara otot berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh
beberapa factor perbedaan daya ikat air diantara otot dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain spesies, umur dan fungsi otot.
Penurunan DIA dapat diketahui dengan adanya
eksudasi cairan yang disebut weep pada daging mentah yang belum dibekukan dan
drip pada daging mentah beku yang di-thawing atau kerut pada daging
masak. Eksudasi berasal dari cairan dan lemak daging. DIA
dipengaruhi oleh pH. DIA menurun dari pH tinggi sekitar 7-10 sampai
pada titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0-5,1. Pada pH lebih
rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan
positif yang mengakibatkan penolakan mifilamen dan memberi lebih banyak ruang
untuk molekul-molekul air. Jadi pada pH lebih tinggi atau lebih
rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, DIA meningkat
(Soeparno,2005).
d. Uji Susut
Masak
Daging sapi dipotong searah serat dan
ditimbang sebanyak lebih kurang 25 gram (X)/ daging dimasukkan ke dalam
plastik polyethylene dan dikemas vakum dengan mesin vakum.
Daging dimasak dengan menggunakan dalam panci diatas kompor gas pada suhu 90ºC
selama 30 menit. Daging kemudian didinginkan (thawing) masih
dalam keadaan tertutup menggunakan air mengalir. Daging dikeluarkan dari
plastik polyethylene kemudian dilap dengan kertas tissue,
kemudian ditimbang berat akhir ditimbang (Y).
Menurut
Soeparno (2003) Penggunaan pemanas menyebabkan semakin berubah struktur dan
komposisi protein, lemak dan air dalam daging karena banyak cairan daging yang
hilang. daging dalam jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas yang
lebih baik karena kehilangan nutrisi saat pemasakan akan lebih sedikit. Susut
masak bisa dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan
serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging dan
penampang melintang daging.
Menurut Lawrie (2003) Pemasakan akan
mendegradasi jaringan ikat yang meliputi aktomiosin, elastin dan
kolagen karena proses pemasakan membuat tenunan pengikat lebih empuk
dengan mengubah kolagen menjadi gelatin. bahwa pemasakan menyebabkan
koagulasi pada permukaan daging, pencairan lemak dan hidrolisis jaringan
e. Uji
Keempukan
Uji dengan alat Warner-Bratzler shear
force (penguji keempukan daging), uji ini diulang sampai tiga kali dan
hasilnya dirata-rata. Derajat keempukan daging dipengaruhi oleh tiga kategori
protein urat daging yaitu tenunan pengikat (kolagen dan elastin), myofibril
(aktin dan myosin) dan sarkoplasma (protein sarkoplasma dan sarkoplasmik
reticulum) (Lawrie, 2003). Keempukan daging adalah
kualitas daging setelah dimasak. Berdasarkan kemudahan untuk dikunyah tanpa
kehilangan sifat dan jaringan yang layak. Penilaian keempukan daging dapat dilakukan
secara obyektif dan subyektif. Penilaian secara obyektif meliputi metode
pengujian secara fisik dan kimia, sedangkan secara subyektif menggunakan metode
panel test (Soeparno, 2005).
Tiga faktor yang mempengaruhi proses keempukan
daging ketika daging dimasak yaitu mencairnya lemak, berubahnya kolagen menjadi
gelatin dan putusnya serabut otot sehingga menjadi lebih empuk. Kecenderungan
pada daging yang memberi lebih banyak lemak intramuskular akan memberi lebih
banyak ruang pada protein-protein daging untuk mengikat molekul-molekul air
sehingga akan lebih empuk (Soeparno, 2005).Lawrie (2003) menyatakan
bahwa kandungan air dalam daging akan mempengaruhi kesan jus daging (juiciness).
Keempukan akan semakin rendah dengan meningkatnya umur ternak. Hal ini
disebabkan kadar kolagen dalam jaringan ikat yang mengalami perubahan-perubahan
molekuler dan mempengaruhi keempukan daging dengan semakin bertambahnya umur
ternak. Oleh karena itu ternak yang tua akan
cenderung menghasilkan daging yang relatif
alot daripada ternak yang muda. Perbedaan ini juga kemungkinan lain karena
perbedaan jumlah ikatan silang serabut-serabut kolagen.
· Kriteria SNI
untuk menentukan kualitas daging yang layak konsumsi
a.
Konsistensi daging kenyal dan keempukan
b.
Warna daging
c.
Kandungan lemak (marbling)
d.
Rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan
e.
Kelembaban
· Macam-macam
olahan daging sapi
a.
Abon
b.
Salami
c.
Sosis
d.
Dendeng
· Cara penyimpanan
a.
Pastikan daging tidak dicampur antara sapi
dengan kambing, selain menghindari bau prengus juga meminimalkan jumlah cemaran
kuman.
b.
daging yang memar dan kotor sebaiknya diiris
dan tidak dicampur dengan daging yang bagus.
c.
Hindari mencampur daging, tulang dan jerohan
putih (usus, babat) karena jerohan bisa mengandung lebih banyak kuman.
d.
Untuk pengemasan/ penyimpanan hati dan ginjal
sebaiknya terpisah dari daging, karena setelah diiris2 dan dikemas, biasanya
hati akan cenderung basah dan mengeluarkan darah yang membuat daging menjadi
basah dan cepat busuk, sedangkan ginjal sebagai tempat penyaringan air kencing
kadang sedikit berbau pesing.
e.
simpan daging dalam tempat sesuai porsi masak,
misalnya mempunyai daging 1 kg dengan jumlah keluarga 3 orang, dengan porsi
sekali masak 200gram, maka daging sebaiknya dibagi menjadi 5 bagian (per 200
gram) dan disimpan dalam 5 tempat khusus yang dipisah, misalnya plastic, atau
tupper ware (jadi tahu sekarang, kenapa istri saya suka sekali beli perkakas
ini).
Penyimpanan per
porsi masak memudahkan dalam melakukan thawing (mencairkan daging beku), karena
hanya mengeluarkan daging sesuai porsi masak.
daging yang keluar masuk kulkas untuk dithawing dan dibekukan berulang2 akan
kehilangan komponen2 penting dalam daging yang larut berkali2 bersama air yang
keluar. Akibatnya kandungan nutrisi daging akan jauh berkurang.
f.
Menyimpan daging dalam bentuk pipih akan lebih
mudah untuk di Thawing daripada bentuk bulatan.
g.
Tandai dengan kode dan tanggal penyimpanan,
hal ini dilakukan untuk menghindari tercampur dengan daging baru atau
mengingatkan tanggal simpan. System FIFO (first in first out) bisa diterapkan.
Pada dasarnya daging yang disimpan dalam suhu dingin (<0 C) dengan cara yang
benar bisa tahan sampai 6 bulan atau bahkan lebih.
· Kandungan gizi
Jumlah
|
Per 100 gram
|
Kalori (kcal)
|
250
|
Jumlah Lemak
|
15 gr
|
Lemak jenuh
|
6 gr
|
Lemak tak jenuh ganda
|
0,5 gr
|
Lemak tak jenuh tunggal
|
7 gr
|
Lemak trans
|
1,1 gr
|
Kolesterol
|
90 mg
|
Natrium
|
72 mg
|
Kalium
|
318 mg
|
Jumlah Karbohidrat
|
0 gr
|
Serat pangan
|
0 gr
|
Gula
|
0 gr
|
Protein
|
26 gr
|